Tag

, ,

20112605456

written by  : Febry Fanytasy (FMS)

“Apa kau percaya dengan adanya peri dan penyihir? Baik, aku sangat mempercayainya. Namun, jika kau mepmercayai semua yang kau baca, lebih baik jangan membaca.”

Capitulo 7

Portal diperlukan untuk melewati batas antara Feyland dengan bumi. Pintu utama perlintasan ada di Golden Station di Oberon City. Portal-portal yang mengarah ke dan dari stasiun ini kerap digunakan oleh penduduk yang memiliki tingkat sihir 3 atau yang lebih tinggi. Portal-portal lainnya tidak tampak jelas, dan hanya sedikit yang mengetahuinya, selain itu lokasinya pun dijaga ketat. Portal-portal itu dibuat dengan satu tujuan saja yaitu untuk menyelundupkan barang-barang manusia ke dalam Feyland. Portal-portal seperti itu melanggar hukum.

Leona Lovegood, ahli sejarah Feyland.

Taeyeon melayang-layang di depanku sambil menyeringai. Aku melihat lagi ke batu alam yang besar itu. Pada sisi Bumi, batu itu kelihatan seperti yang terlihat dari Feyland: batu alam yang besar dan tidak mencolok dalam rumpun tumbuhan zinnia. Bedanya, di sini batu besar itu berdiri di tengah-tengah lapangan terbuka dengan hamparan rumput keemasan di sisi bukit.

Taeyeon terbang berputar-putar, sayapnya terbentang ke arah langit.

Aku menatapnya, “Sayapmu bercahaya.” Ia tersenyum.

Aku melihat ke sekelilingku. Ke arah barat, kaki bukit menciptakan garis bergelombang dengan latar belakang langit. Pada sisi yang lain, padang berumput tinggi itu dibatasi dengan sederetan pohon. Di belakangnya, aku dapat melihat bangunan-bangunan sebuah kota manusia.

“Ayo kita melihat-lihat.” Kata Taeyeon.

“Kau bilang tadi mau bercerita kenapa kau bisa tahu tentang portal ini.”

Taeyeon mengangkat dagunya. “Aku pernah mengikuti seseorang suatu malam.”

“Ia menggunakannya?”

Taeyeon mengangguk. “Kurasa dia yang membuat portal ini.” Taeyeon mengembangkan sayapnya. “Ayo kita melihat-lihat,” katanya lagi.

Kami tahu peri tidak boleh terbang ketika berkunjung ke Bumi, tetapi rasanya sangat menyenangkan bisa terbang! Aku sangat senang melayang dengan leluasa di atas bumi dengan cahaya bulan dan angin sepoi-sepoi mengisi sepasang sayapku.

*

Taeyeon dan aku semakin dekat dengan kota manusia, jadi kami berhenti terbang dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki di jalan setapak yang melingkar menembus rumput liar ke arah pepohonan. Walaupun aku sangat mengaggumi Bumi, aku juga merasa agak takut.

“Kenapa?” Tanya Taeyeon.

“Tidak apa-apa.” Aku masih belum siap membicarakan pada siapapun tentang kedua orang tuaku. Tujuh tahun itu lama, kan?

Aku senang ketika jalan setapak itu memasuki hutan. Aku berhenti untuk memeluk sebuah pohon. Setiap daunnya yang tumbuh di tempat rendah seakan-akan dipangkas oleh seseorang seniman selama berjam-jam. Aku mengenali bentuknya—ini pohon mapple. Aku menempelkan pipiku pada kulit pohonnya dan menghirup aromanya. Kayunya beraroma seperti rempah-rempah. “Kau cantik,” gumamku.

Taeyeon tertawa. “Pohon tidak bisa bicara.”

“Aku tahu.”

“Pohon tidak berbahaya, tetapi hati-hati dengan manusia,” katanya, menirukan lagak Prof Key dengan sangat mirip. “Mereka bisa menjadi sangat berbahaya dari pada troll, betul-betul tidak bisa diduga kelakuannya. “Matanya berkilauan.

Aku berjalan perlahan di antara pepohonan sambil mengenang ibuku yang hampir tidak pernah kulakukan sebelumnya. Ibuku adalah peri yang berwarna-warni. Rambutnya yang putih lembut, kulitnya yang ungu muda, dan sayapnya yang kuning tua hampir emas sepertiku. Matanya dalam dan liar, seperti badai.

Mengapa manusia membunuhnya?

Aku terbang tanpa arah di atas kota manusia. Aku melayang beberapa menit sebelum disusul oleh Taeyeon. Matahari sudah hampir menampakkan dirinya, aku harus menyipitkan mata untuk tidak silau melihat Taeyeon. Tidak jauh dibelakangku, aku melihat sayapnya seperti bekas-berkas sinar keungunan di langit.

Setelah kami sudah dekat, kulihat wajahnya berseri-seri. “Aku ingin tahu sudah berapa banyak hukum yang kita langgar? Kusangka kau peri yang manis. Siapa sangka kau berani terbang di dunia manusia? Bersamaku? Hahaha.” Dia meluncur di sampingku sambil tertawa.

Aku merasakan mukaku semakin memanas saat kata ‘manis’ itu keluar dari mulutnya. Dia mengira aku manis? Gadis yang manis? Jantungku berdebar-debar. “Em—boleh aku bertanya sesuatu?”

“Yeah, katakan..”

“A—apa sebenarnya yang kau cari disini?” Aku mengernyitkan mata.

Senyumnya hilang, “kau memang pintar Hwang, aku ingin bersahabat dengan manusia.” Jawabnya dengan tenang namun tajam.

Seketika tubuhku gemetar, ia tak mengatakan yang sejujurnya. Aku tahu, aku dapat merasakannya. “Mengapa kau ingin bersahabat dengan manusia?”

“Karena mereka unik, jadi aku ingin lebih mengenal mereka.”

“Kupikir, tadi kau berkata mereka berbahaya?” Walau sulit kuakui, aku merasa sedikit kecewa dengan ucapannya, tak hanya dengan kebohongannya namun juga dengan semua hal tentang manusia yang membuatku membenci makhluk itu.

“Aku ingin tahu mengapa mereka berbahaya.”

Pada usia kami, menjalin hubungan dengan manusia, apapun bentuknya, sangatlah terlarang.

Sambil mencoba menenangkan diri, aku melayang ke bawah dan mendarat di sebuah ladang jagung di pinggir kota.

Aku ingat kami pernah belajar tentang ladang jagung, sehingga aku tahu bahwa jagung adalah sumber makanan dan bahan penting bagi manusia. Tetapi berada di ladang jagung yang sesungguhnya sama sekali berbeda dengan tertulis di dalam buku. Aku berdiri di tengah –tengah taman hijau yang pucuk-pucuknya dihiasi rambut sehalus sutra. Kupegang batangnya. Aroma hangat dan manis menguar dari jagung itu.

Taeyeon meluncur turun di sampingku. “Kita harus pulang. Prof Chanyeol pasti mencarimu.”

Baiklah, dan sekarang gara-gara aku terbang tanpa tujuan, kami berada jauh sekali dari portal menuju Galena. Aku terbang ke arah yang salah. Sekarang, pastilah kami berada berkilometer jauhnya di sebelah timur dari tempat kami mendarat di bumi tadi.

Sudah berapa lama kami pergi dari asrama? Matahari sudah semakin meninggi seperti membakar langit bagai api ajaib. Sebentar lagi akan terang.

Ketika menatap cakrawala yang hampir seperti terbakar, aku melihat kerlip cahaya di tepi ladang jagung. Aku meluncur ke titik cahaya itu.

Batang-batang jagung telah di rebahkan dan membentuk lingkaran sempurna seolah setiap batang jagungnya di beri cahaya tambahan. Jejak kaki mengarah ke luar lalu berhenti.

Aku memanggil Taeyeon dengan lambaian tanganku. “Tadi ada makhluk gaib disini.”

Mata Taeyeon membelalak. “Kurasa itu portal lain.”

“Mungkin. Tetapi mengapa yang satu ini sangat jelas bentuknya sedangkan yang tadi hanya seperti batu besar saja?”

Taeyeon mengernyit. “Aku tidak yakin manusia mengerti ini sebetulnya apa.” Ia meluncur mendekatinya. “Kurasa ini portal resmi.”

“Resmi?”

Taeyeon mengagguk sebelum kembali menghampiriku. “Kita akan mencari tahu kembali besok. Sekarang saatnya kita pulang sebelum matahari semakin tinggi. Tidakkah kau pikir ini masih terlalu awal untuk tahun hukuman?” Ia tersenyum lalu berjalan mendahuluiku.

Aku hanya mengagguk saja dan mengikutinya. Kami melanjutkan sisa perjalanan dalam diam.

“Kenapa?” Dia berhasil membuatku terkesiap.

“A—apa maksudmu?” Aku berdalih sambil memalingkan muka.

“Jangan berpikir aku tidak mengetahuinya, mengapa kau menatapku seperti itu sepanjang perjalanan?” Kata-katanya halus dan tajam.

Aku terperangah sambil memutar otak untuk mencari jawaban, mengapa dia begitu blak-blakan? Membuatku kaget saja. “Aku masih tidak percaya kita dapat berada di tempat ini.” Kucoba memaksakan senyum terbaikku.

“Buktinya kita bisa.” Dengan itu, ia tak terlihat lagi. Aku mengikutinya dan tak lama kemudian menghilang di balik batu besar.

*

Continuandos…

F.N :
You can go follow @fanytasy and bombard me with many silly questions. ^^