Tag

, , , , ,

20112605456

written by  : Febry Fanytasy (FMS)

“Apa kau percaya dengan adanya peri dan penyihir? Baik, aku sangat mempercayainya. Namun, jika kau mepmercayai semua yang kau baca, lebih baik jangan membaca.”

Capitulo 3

Pada hari yang menentukan itu para peri dan jin muda menerima kalung dan tongkat mereka. Pada hari itu, mereka mengetahui tingkat kekuatan sihir bawaan lahir mereka. Pengetahuan ini akan memengaruhi kehidupan mereka selanjutnya.

Leona Lovegood, ahli sejarah Feyland.

Teman-teman sekelasku keluar dari kubah dan masuk ke halaman pualam yang dibatasi dengan taman berornamen, yang merupakan taman milik murid asrama Ignis. Sesungguhnya taman ini tidak benar-benar milik asrama kami, namun karena letaknya yang berbatasan langsung dengan pintu gerbang belakang asrama Ignis, menjadikan taman ini di dominasi oleh murid-murid asrama Api. Masing-masing asrama memiliki taman yang berbatasan dengan gerbang mereka dan terkadang menjadikan taman itu sebagai daerah teritorial. Namun, setahuku tidak ada peraturan tertulis yang dengan terang-terangan mematenkan teori tersebut.

Beberapa dari kami melihat bunga aster kuning atau ungu yang langka di pajang di antara mutu manikam yang diasah kasar. Kami tidak memperhatikan bunga-bunga itu, dan terus saja berjalan bersama.

“Kita boleh membuka kalung kita sekarang?” Tanya Han Seungyeon.

“Boleh,” jawabnya lugas.

Kusangka Jessica yang pertama kali akan melakukannya, tapi ternyata Yuri. Peri hitam itu menjentik penutup perak kalung dangan ibu jarinya hingga terbuka sebelum menunduk menyembunyikan bandulnya. Semua menatapnya dengan kagum.

“Bagaimana?” Tanya Seungyeon penasaran.

Yuri sengaja menunda-nunda.

“Ayolah,” pinta Sunye. “Apa warnanya?”

Seulas senyum merekah di wajah Yuri. “Hijau.” Serunya. “Hijau penuh! Aku berada di tingkat tujuh.”

Teman-teman sekelas mengerumuninya, mengucapkan selamat dan memohon untuk diizinkan melihat permukaan kalungnya. Aku hanya berdiri di tempat. Terkagum karenanya, penyihir peri tingkat tujuh sudah sangat langka di Fairyland ini, tak heran jika semua peri terkesima dengannya.

Profesor Chan Yeol mengumumkan dia bangga menjadi guru bagi Yuri, dan bahwa peri dengan sihir hijau di Feyland jumlahnya tidak banyak. Beliau mengagguk dengan bangga.

Setelah semua kembali tenang, Sunye berseru, “Giliranku!” Sambil memicingkan mata, Sunye membuka penutup kalungnya dan mendekatkannya kepada Yuri. “Apa warnanya?”

Yuri memeriksa lebih dekat. “Jingga.” Katanya mengumumkan. “Jingga penuh. Tingkat Lima.”

Wajah Sunye menjadi muram. Dia membuka matanya. “Itu saja?”

Semua pelajar di sekitar kami mulai membuka penutup kalung masing-masing. Beberapa menyerukan warna mereka, tetapi banyak juga yang mendesah dan menggerutu. Luna bersorak ketika melihat bahwa dia termasuk tingkat enam dan membuat kagum yang lainnya karena menyatakan dirinya adalah kuning.

“Penuh,” dia terengah sambil mengepak-ngepakkan sayapnya yang juga kuning.

Yuri berpindah ke sisiku. “Coba lihat warnamu, Fany.”

Aku menggelengkan kepala. Tiba-tiba tidak mau tahu. Apapun warnaku, itu akan memisahkan diriku dari teman-temanku. Jika aku tidak sama dengan Yuri, apakah dia akan menyalah gunakan Hijau-nya untuk menindasku? Jika aku memiliki radia lebih besar daripada Sunye, lalu bagaimana? Dan jika ternyata warna Jessica adalah Jingga dan aku Kuning, apakah dia mau memaafkan aku?

Yuri kemudian menyodok Jessica perlahan. “Ayo,” desaknya.

Jessica memutar bola matanya dan mencengkeram kalungnya. Dengan ibu jarinya yang lentik ia membuka penutupnya. Mata merah batanya membelalak, lalu tersenyum. Senyuman yang sangat lebar dan jarang sekali kulihat.

Lambat laun berisik di halaman itu mereda. Ketika akhirnya Jessica berbicara, dia mendapat perhatian penuh dari kami semua.

“Tingkat delapan.” Katanya mengumumkan. “Dan warnaku adalah Biru. Nyaris penuh.”

Yuri tampak terperangah. “Kau bilang tadi Biru?”

“Biru.” Jessica mencoba mengangkat bandulnya.

Luna memekik, Sunye menjerit. Sungyeon berkeliling sambil berteriak, “Biru!” Aku mendengar Profesor Chan Yeol berteriak keras penuh kemenangan. Tingkat Delapan nyaris tidak pernah ada, apalagi Biru. Jessica pasti sedang bercanda.

Jessica tidak sedang bercanda. Tentu saja tidak. Aku bisa saja mengatakan itu pada Prof Chan Yeol. Yuri bisa saja bergurau tentang warnanya. Tapi aku yakin Jessica tidak begitu.

Profesor Chan Yeol melangkah ke depan. “Kuucapkan selamat untuk prestasimu yang luar biasa, Jessica. Kau satu-satunya Biru yang hidup demi memuliakan Feyland.”Pipi kelabu Prof Chan Yeol memerah, seolah ada yang mencelupkannya pada granit merah. Dia berdeham. “Jessica, kuperingatkan padamu, jangan sekali-kali kau menggunakan kekuatan sihir sebelum mendapatkan bimbingan. Sangat berbahaya, dan sangat tidak bijak untuk memboroskan radia walau persediaanmu masih sangat banyak.”

Jessica hanya memutar bola matanya singkat namun akhirnya mengangguk juga.

“Sekarang giliranmu, Tiff.” Bisik Jessica. “Apa warnamu?”

Dengan ragu-ragu aku menarik kalungku. Perlahan, mengintip dengan celah mataku yang sengaja kupicingkan. Aku memandang kristal kemilau yang di gosok hingga tembus pandang dengan sempurna. Kristal itu memperlihatkan sembilan warna dalam segmen yang sama pada permukaan kalungku: kelabu, hitam, coklat, merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu. Pada bagian pusatnya terlihat sebuah persegi kecil yang memperlihatkan angka 9 yang gemerlapan.

“Apa warnamu?” Jessica kembali mendesak.

Aku menatap pada kalungku lagi. Sebuah jarum berwarna keemasan menunjuk pada garis di antara bagian yang berwarna ungu dan kelabu. Aku memicingkan mata sekali lagi. “Aku tidak tahu..” Jawabku ragu.

“Kau pasti sedang bercanda.” Desis Jessica merasa geram.

Dengan enggan aku menujukkan permukaan kalungku pada Yuri dan Jessica. Yuri membungkuk mendekat lalu tersentak. “Tidak mungkin. Demi troll dan pixie.”

“Jarumnya tidak menunjukkan ke warna manapun.” Kataku.

“Itu bukannya tidak menunjukkan warna apapun, Tiffany.” Jawab Jessica dengan sangat tenang. “Itu menunjukkan Ungu. Penuh.” Lalu wajahnya berseri-seri.

“U—Ungu?”

*

Continuandos…