written by : Febry Fanytasy (FMS)
“Apa kau percaya dengan adanya peri dan penyihir? Baik, aku sangat mempercayainya. Namun, jika kau mepmercayai semua yang kau baca, lebih baik jangan membaca.”
Capitulo 5
Feyland secara yuridis diperintah oleh Raja Oberon dan Ratu Velleran (yang kadang-kadang disebut juga mab). Akan tetapi, mereka tidak berminat menangani urusan pemerintahan. Keduanya tinggal di Anshield, pulau dongeng yang penghuninya tidak terpengaruh oleh waktu.
Feyland dalam kenyataannya diperintah oleh dwean penasihat yaitu para Dewa. Ada dua belas anggota dewan –enam diantaranya menjabat di pemerintahan sementara enam lainnya demgan disiplin mengawasi kesejahteraan negeri Feyland.—Leona Lovegood, ahli sejarah Feyland.
Kami berjalan berbaris memasuki kelas untuk mendaftarkan tingkatan kami dipandu oleh Profesor Chan Yeol. Bayangkan saja, jarak antara asrama dan kelas itu tidak dekat dan kami harus berjalan. Berjalan! Kami bahkan tidak diizinkan untuk merentangkan sayap. Sungguh mengerikan. Tapi ya memang beginilah sekolah bergengsi, selalu menjunjung tinggi aturan-aturan konservatif.
Aku merasakan Jessica juga tidak nyaman dengan semua tatapan itu, jadi ia hanya menunduk. Akupun demikian. Tidak setelah aku menemukannya! Peri berwarna ungu itu. Aku mengenalinya sekarang, tidak sulit untuk mengidentifikasinya. Sangat mencolok. Warna sayapnya yang begitu kontras dengan warna kulitnya membuatnya tampak berkilauan.
Aku melihat barisannya. Kelompok asrama Air, Aqua. Sejenak, aku tak memedulikan tatapan orang-orang padaku. Fokusku seolah hanya tertuju pada gadis itu. Namun, mengapa sedari tadi ia hanya menunduk? Apa dia menyadari tatapanku? Ah, tidak mungkin… Jarak pandangku terlalu jauh darinya, lagipula gerakanku tidak begitu menarik perhatian.
Aku terus memandanginya sampai Profesor Kay menyorakkan sesuatu melalui speaker yang menggelegar. “Setelah kita melalui berabad-abad lamanya, akhirnya dunia Fairyland kembali berjaya. Tahun ini, di putaran ke 3012 kalender cahaya Feyland. Kita kembali mendapat kehormatan untuk menampung dua peri Ungu dan satu peri Biru di sekolah kebanggaan negeri ini, yaitu Galena.” Semua orang bertepuk tangan.
Ada satu hal yang menarik perhatianku saat ini, Profesor Chan Yeol atau siapapun juga tak pernah mengatakan bahwa ada dua peri Ungu yang ‘terungkap’ pada tahun ajaran ini, salah satunya tentu aku. Namun, siapakah ungu lain itu?
Pikiranku kembali berputar pada buku mantra ibuku. Dua peri Ungu. Aku kembali menggelengkan kepalaku. Pasti bukan aku yang dimaksud. Sekalipun aku dilahirkan menjadi peri Ungu, namun bukan berarti aku yang terkuat diantara semua peri. Pasti masih ada peri lain yang jauh lebih hebat daripada diriku.
“Mari kita sambut peri-peri hebat kita, dua dari asrama Ignis dan satu yang terkuat dari asrama Aqua! Mari kita panggilkan, Miss Stephany Hwang, Kim Taeyeon, dan Jessica Jung.”
Okay, great.. mengapa mereka masih menggunakan nama itu sih? Menyebalkan sekali!
Saat kami mulai berjalan ke depan podium, aku merasakan seolah berada di dunia yang terpisah. Sebuah dunia yang penuh kegembiraan sekaligus bercampur dengan kesedihan dan putus asa. Gembira karena semua orang akan menghormatiku sekarang, dan karena aku masih dapat berteman dengan Jessica tanpa memikirkan perbedaan tingkat. Sedih karena ibuku tidak pernah tahu bahwa aku peri Ungu, dan bahwa ayahku tidak akan meneriakkan warnaku dari bumbungan atap rumah.
Lalu aku menyadari kehadiran guru-guru dan teman-temanku. Yang menatapku seolah-olah aku bunga biasa yang berubah menjadi kupu-kupu di depan matanya, sedangkan yang satu lagi menatapku seakan-akan wajah kelabunya remuk berkeping-keping.
“Selamat, nona-nona.. kalian menyandang predikat terbaik di seluruh penjuru Feyland.” Aku dapat melihat dia memaksakan senyumnya. Akupun demikian.
Aku tak menyadari hingga seseorang berdiri tepat disampingku. D-dia? B-bu-bukankah dia itu peri yang…
“Selamat,” katanya mengulurkan tangan. “Sejak pertama kali bertemu, aku sudah tahu bahwa kamu adalah peri yang hebat.” Tuturnya sambil tersenyum. Manis sekali, seperti madu dari lumbung bunga Nephelium lappaceum.
“K—kau? Bukankah kau?”
“Kim Taeyeon.. maaf, aku belum sempat memperkenalkan diriku dengan semestinya. Terakhir kali kita bertemu aku sedang terburu-buru.” Ia terkikik.
Pertama kali, terakhir kali? Bukankah itu berarti sudah lebih dari satu kali kita bertemu. Tapi, mengapa aku sama sekali tidak menyadarinya?
Aku masih terus berpikir sampai Jessica menyikut lenganku.
“Jangan melamun, hwang.” Bisiknya.
Aku menyadari apa yang dia maksud, seketika aku menjulurkan tanganku untuk mendapatkan tanda dari profesor Key. Entah apa itu. Namun satu hal yang kutahu, tatapannya masih sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya.
*
Aku menatap langit-langit kamarku yang terbuat dari platina yang berkilauan. Warna sayapku yang keemasan memantul membentuk spektrum warna yang indah. Jessica sedang tertidur pulas di tempat tidurnya, aku hanya dapat melihatnya sambil tersenyum. Anak itu.. walau terlihat begitu dingin namun sebenarnya ia sangat baik. Aku benar-benar beruntung dapat selalu berada disampingnya.
Tiba-tiba saja aku teringat dengan penggalan kata-kata di buku mantra itu beberapa waktu yang lalu. Dua peri terkuat, ungu. Hari pertama bulan kedelapan tahun 3000 cahaya, ulang tahunku. Tahun yang sama, sekarang. Hari ke sembilan, bulan tiga. Itu berarti Picess, Air = Aqua.
Kim Taeyeon?
Benarkah? Ah, kurasa tidak mungkin. Bukankah murid-murid dari Asrama Aer memiliki tingkat kejeniusan yang luar biasa. Mungkin saja salah satu dari mereka.
Aku tak bisa membayangkan jika semua yang dikatakan buku itu benar, aku tidak suka pertarungan.
Bagaimana jika sebenarnya peri itu memiliki sifat yang buruk? Tapi sepertinya dia gadis yang baik. Aku bahkan tidak yakin ia pernah membaca legenda seperti itu.
Apakah semua yang ditulis ibuku itu benar? Kurasa..
Ibuku tidak pernah berbohong padaku sebelumnya, kecuali saat terakhir kali kami bertemu dan dia berkata dia akan kembali, namun ternyata hal itu tak pernah terjadi.
Aku hampir saja memejamkan mata, saat melihat seseorang di balik jendela. Dengan hati-hati berjalan mendekatinya. Aku sudah bersiap mengambil ancang-ancang sampai ia melambaikan tangan.
Yuri?
Aku melihatnya berkata di balik jendela. ‘Buka pintunya!’
Aku seketika mengangguk dan berbalik lalu membukakannya pintu. Dengan sedikit terheran, apa yang ia lakukan tengah malam begini di depan jendela kamar kami?
Aku hampir saja berteriak saat membukakan pintu dan melihat peri itu kini sudah berada tepat di depan wajahku. Bukankah beberapa menit yang lalu ia masih berdiri di depan jendela. Akupun berbalik.
Kosong. Tidak ada siapapun.
“Ba—bagaimana kau melakukannya?” Tanyaku sambil mencoba mengumpulkan napas.
“Haha.. tidak sulit. Nanti kuajarkan.” Katanya sambil tersenyum. Yuri memang peri yang sangat ramah. Tak heran mengapa bayak orang yang menyukainya.
“Temanmu sudah tidur, huh?” Ia melepaskan sepatunya dan meletakannya kedalam kabinet di samping pintu.
Aku mengangguk. “Kurasa.”
Ia merengut. “Apakah menjadi peri biru akan semelelahkan itu, huh?”
Aku tertawa mendengar komentarnya, “dia memang selalu seperti itu.”
“Baiklah, tidak menyenangkan sekali.” Ia merebahkan diri di kasurku sambil menatap langit-langit. “Kurasa aku iri padamu!”
Aku langsung panik. Aku tidak ingin kehilangan teman seperti Yuri. “K—kau tidak perlu merasa begitu! Aku takkan pernah bersikap angkuh padamu! Anggap saja aku masih sama seperti Tiffany yang kau temui saat pertamakali.”
Dia tersenyum, matanya menyipit. “Yeah, kau tetaplah Tiffany. Maksudku adalah, coba lihat!” Ia menunjuk ke langit-langit. “Kau memiliki warna kulit dan sayap yang indah, jika kau bergerak, seolah ada sebongkah emas yang mengikutimu.” Kemudian ia berdiri dan menggoyang-goyangkan badannya. Hal itu membuatku tertawa.
“Coba lihat jika aku yang melakukannya. Terlihat…”
“Seperti itik bodoh!” Jawab sebuah suara dari seberang tempat tidur. Aku dan Yuri seketika menoleh. Jessica membenamkan kepalanya pada kedua lengannya sambil menggumamkan kata-kata yang tidak dapat kumengerti.
“Tidakkah aku cukup cantik untuk menjadi seekor itik?” Yuri mencoba menggodanya dengan melempar bantal hati kesayanganku kearah Jessica.
“Diamlah kalian berdua! Seseorang sedang berusaha memejamkan mata disini!” Geramnya.
“Benarkah? Kau lebih mirip pingsan daripada tidur.” Godanya lagi.
Jessica yang mulai kehilangan kesabaran akhirnya melempar bantalku kearah Yuri, dan beruntung gadis itu berhasil menangkisnya. Akhirnya sekarang bantal malang itu harus berakhir dengan naas di samping tong sampah. Aku berlari untuk mengambilnya. “Yah! Ini bantal favoritku!” Rengekku.
“Oh, mian..” Jawab Jessica singkat sebelum kembali tertidur, dan tentu saja Kwon Kwok-kwok itu terus saja berusaha menggodanya.
Aku tersenyum melihatnya. Mereka berdua terlihat begitu…
Sesuatu menangkap mataku, sayap ungu yang berkilauan.
*
Continuandos…
F.N : Author masih duduk di kelas akhir, jadi mianhae kalo apdet sebisanya.